Sabdopalon Versus Syeh Subakir : PERJANJIAN LELUHUR JAWA
Ini adalah dialog imajiner
antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir di atas Gunung Tidar. Gunung
Tidar adalah Gunung paku, pakunya Tanah Jawa. Juga gunung patok,
patoknya Tanah Jawa. Juga disebut gunung punjer yang berarti punjer atau
pusernya Tanah Jawa.
Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.
Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala)Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan
(para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali
sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar
Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai
Sabdopalon.
Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyangnya (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.
Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?
Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di
Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang
sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh
Baginda Sultan.
Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.
Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad,
Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk
mengutus beberapa orang 'alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang
'alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu.
Pada bahasa kami disebut 'Ulama.
Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?
Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.
Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini
sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buda yang berasal dari
Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi
?
Syeh Subakir : Biarkan kawulo (rakyat) memilih keyakinannya sendiri. Bukuankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau 'ajaran' asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?
Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini.
Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada
'kapitayan' asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang
pada anak cucu di Nusantara ini.
Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.
Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa
sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa
yang bersifat 'tan keno kinoyo ngopo', tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan 'alam manusia'. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.
Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu
masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi
mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai 'wakil' dari
Dia Yang Maha Kuasa itu.
Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung.
Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA
ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di
salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.
Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan
atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua
yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur
dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut
Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada
urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti
yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.
Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat
Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat
kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus
diperbaharui budi pekertinya.
Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah.
Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Para pandito juga sudah
tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang mencari pegangan.
Jaman benar-benar jaman edan.
Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung
menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai
Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.
Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.
Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?
Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya)
Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan
Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran
adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka
ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah
menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa
dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya
adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati
jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang
budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu.
Lima ratus tahun lagi jika syarat - syarat ini kau abaikan aku akan
muncul membuat goro-goro.
Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku
setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan
akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini.
Namu jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan
maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad
yang menentukannya.
sumber : http://tiknan.blogspot.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !